CERITA RAKYAT" SAKLIAH DAN SAKLIU

Pada zaman dahulu,tinggalah sakliah sakliu bersama neneknya di kampung ke tinggik.Pulau Sedanau.Mereka juga memelihara sepasang kucing,yang jantan di panggil selotong,yang betina di panggil si manis.
Kampung ketinggik penduduknya belum ramai,Jarak dari rumah-kerumah lainnya amat kejauhan,tidak terdengar suara panggil memanggil,apalagi antara satu kampung dengan kampung lainya.Jambatan untuk melintas Cuma terdiri atas titian kayu sebatang belaka.Maka dari itu begitu matahari tenggelam,Sakliah dan sakliu sudah berada di rumah,Tidak boleh bermain di halaman rumah.
Selesai waktu mangrib,cepat-cepat mereka makan malam,mengajipun di cepatkan waktunya,setelah selesai mengaji lekas-lekas mereka berdua di suruh tidur.Sakliah,............Sakliu,............cepatlah tidur kata nenek.sambil duduk mengayam tikar pandan,maklum sajalah,pada musim dingin seperti saat sekarang ini.perompak lanun berkeliaran di sekitar pulau tempat tinggal kita ini.Kalau dia mendengaar suara budak-budak kecil,lanun-lanun itu,akan datang menculiknya.Nah,kalau akan terjadi pada siapa kita minta tolong? Ilih.......ngeriii “Sakliah menempelkan telunjuk di bibirnya kemudian menarik kain selimut ke tubuhnya.
Tatkala Sakliah dan Sakliuh tertidur pulas,menjelang tegah malam,tiba-tiba dari arah laut kedengaran bunyi.Kelas dayung tengah di kayuhkan orang.Kriuut.......krait,........kriuut........krait.......,”makin lama semakin dekat ke pantai  ke tinggik,kriuut........krait.......kriuut.......krait........suaranya sangat menyaramkan,hingga berdiri bulu roma.Tubuh nenek Sakliah dan Sakliuh gemetar ketakutan.Beliau gugup dan terbata-bata,”ya Allah,matilah kami tiga bercucu malam ini.Namun,tiba-tiba bangkitlah semangat perempuan baalu ini.Ah......jodoh pertemuan,pintu rezeki dan tanah sebaris itu terletak di tangan takdir.
Tak lama kemudian,tibalah perompak lanun dari sulu itu,ke depan rumah nenek Sakliah dan Sakliuh di kampung ketinggik belau berjingkat-jingkat menuju pintu dan mengintip dari celah dinding.Kelihatan ada lima orang peropak lanun tegak di kaki tangga amat ganas tampangnya.Tubuhnya rimpun tegak,muka di penuhi cambang dan berjanggut lebat sekali.Hai.......orang rumah,buka pintu”perintah kepala perampok”buka pintu! Ya Allah.......nenek itu berjingkat-jingkat mendekati kedua cucunya sambil berpikir-pikir.Ehm.......akalnya pun terbit.Bangun........bangun....Ada lanun.......jangan tidur terus.lawan mereka! Teriak nenek dari dalam rumah.Nenek itu menguatkan semangatnya,lalu bercakap keras-keras.
Sakliah......Sakliuh.......selontong dua laki bini,........kau......aku.......kita,tiga bercucu.Ayo.......bangun ada perompak lawan!”wah! Ramai orangnya di rumah ini ya?.......kata kepala perompak berbaris dengan anak buahnya.Coba kita hitung. Ya.....”sahut anak buah lanun bercambang lebat.Satu......Sakliah,Dua........Sakliu Tiga.......Selotong,Empat.........lima.......dua laki, Enam........bini,Tujuh kau.Delapan............aku,sembilan.........kita,Sepuluh........sebelas.....dua belas.....tiga bercucu,katanya menghitung-hitung. Wah.......banyak mereka,selisih kita Cuma lima, “Kata kepala perompak ia mulai gugup dan memerintahkan untuk segera lari  lari.........cabut.........mereka segera lari tunggang langgang menuju perahunya sambil berucap dalam bahasa sulu.Ho,hak.......kabilak ampok.Ho........hak kabilak ampok.
Mereka terus mendayung menjauhi kampung ketinggik.Bunyi kalas dayung perompak lanun sayup-sayup masih terdengger.”Keriuut........kerait,keriuut........kerait.
Lama kelamaan suara itu menghilang.Sejak itu,mereka pun tak pernah datang ke
pulau Sedanau.